Jumat, 30 Agustus 2013

Jangan Mau Terlahir Sebegai Perempuan Indonesia

Ada hal yang sangat mengusik hati saya. Mungkin saja bukan hal yang penting, tapi jelas hal ini membuat saya risau. Dan lagi, ini tentang perampasan hak hidup bagi golongan tertentu. Kerisauan saya muncul setelah saya melihat berita di Televisi tentang tes keperawanan yang bakal direncanakan Dinas Pendidikan Kota Prabumulih, Sumatera Selatan. Saya langsung berfikir, hal gila apa lagi yang akan terjadi selanjutnya. Dengan seksama saya mengamati liputan tersebut.

Mengapa hal ini bisa terjadi? Alasan yang diangkat adalah fenomena praktik prostitusi dikalangan remaja putri. Begitu banyaknya remaja putri yang tidak lagi Virgin dirasa akan semakin mengancam diri mereka sendiri dan masa depan mereka. Ini yang tidak bisa ditolerir.

Dengan tegas saya memilih untuk skeptis dengan rencana ini. Mengapa harus ada rencana “gila” seperti itu? Bukankah ini satu hal yang konyol untuk bisa dijalankan dengan baik? Namun tetap saja berita ini menjadi wacana yang cukup unik yang pasti memunculkan banyak respons dan tanggapan serta tentu saja akan menuai pro dan kontra.

Beberapa siswi mengungkapkan pendapat mereka, bahwa mereka setuju dengan rencana ini. Mereka merasa ini sangat perlu untuk menjaga para remaja putri dari dunia prostitusi dini yang mengancam mereka. Siswi yang lain dengan “gagah” menjawab “jika mereka memang masih perawan, seharusnya mereka tidak perlu takut dengan tes yang akan diadakan ini” Sedang bagi mereka yang menolak usulan ini menyatakan bahwa hal ini akan semakin membatasi kesempatan belajar bagi semua anak Indonesia.

Saya diam sejenak, berfikir, dan melihat kembali dari sisi yang lain
Iya benar, mungkin tes seperti ini memang perlu untuk dilakukan. Saat lingkungan sosial tak bisa lagi membendung budaya prostitusi dini, mungkin “ancaman” ini akan membuat anak berfikir lebih lagi untuk tidak menjaga keperawanan mereka. Pada sisi lain, pastilah orang tua juga terbantu dalam usahanya untuk menjaga masa depan putri mereka. Pada skala yang lebih besar, usaha ini akan sangat efektif untuk menekan angka kejahatan tindak prostitusi yang sudah pada tahap yang sangat mengkhawatirkan. Sangat membantu

Namun pada sisi lain ternyata hal ini tidak sepenuhnya membantu. Ada banyak faktor yang seharusnya diperhatikan lebih dulu, mengapa praktik seperti ini bisa berkembang dan cenderung mengancam. Dan ternyata saya menemukan banyak sisi dimana tidak semuanya kasus ini dilatar belakangi oleh kenakalan remaja saja, berikut beberapa hal tersebut

1.    Kondisi Ekonomi
Faktor ini yang mungkin paling umum yang bisa dijadikan alibi, bahwa kadang mereka terjebak dalam usaha pemenuhan kebutuhan kehidupan yang lain. Sedang kenyataannya mereka tidak memiliki daya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Biaya sekolah, biaya kontrak rumah, biaya makan, bahkan mungkin orang tua yang sakit. Sehingga para remaja unti seolah dipaksa oleh keadaan untuk menjajakan diri mereka, karena kebutuhan kehidupan yang mendesak yang semakin menghimpit mereka. Salahkah jika mereka melakukan ini?

2.    Perhatian Orang Tua
Kita tentu tidak mungkin mengesampingkan bagaimana seharusnya peran orang tua dalam menjaga masa perkembangan remaja putri mereka. Usia remaja adalah masa pencarian jati diri mereka. Pada tahap ini tentu saja mereka membutuhkan figur yang sangat fundamental untuk mereka jadikan sebagai idola. Pertanyaan besar yang kemudian muncul adalah, sudahkan orang tua menjadi contah yang baik bagi anaknya? Atau  sudahkah orang tua menjadi pendamping yang baik bagi anaknya menjalani proses pencarian jati dirinya? Dan apakah orang tua sudah melakukan usaha menjaga anaknya? Ingat, tidak semua remaja putri yang jatuh pada kasus ini berasal dari keluarga yang tidak mampu. Salahkah jika mereka melakukan ini?

3.    SEKOLAH???
Faktor ini yang membuat saya bergetar ketika menuliskannya. Coba fikirkan pertanyaan ini  dari mana mereka mulai mengenal dunia prostitusi? SEKOLAH. Siapa yang membujuk dan mengajak mereka dengan iming-iming untuk mengenal dunia prostitusi? TEMAN SEKOLAH. Bukankah seharusnya sekolah menjadi tempat untuk mereka memiliki nilai-nilai moral yang baik? Entahlah

Perlu banyak hal yang harus dikaji dengan seksama sebelumnya untuk menjadikan usulan ini menjadi keputusan. Tentu tidaklah bisa dengan semen-mena, karena bisa saja efek yang ditimbulkan menjadi semakin parah . Lepas dari kepentingan-kepentingan yang mungkin ada didalamnya, kita perlu menjadi bijak.

Jika benar menjadi keputusan. Lantas bagaimana dengan mereka yang sudah “terlanjur” tidak lagi perawan? Haruskah mereka dikeluarkan? Padahal dengan mereka keluar, maka kesempatan mereka untuk belajar akan hilang dan tentu saja ini lebih mengancam masa depan anak. Bahkan mungkin juga hal ini akan semakin membuat mereka jatuh lebih dalam pada kejahatan ini karena mereka sudah tidak lagi bisa melanjutkan pendidikannya. Pada sisi yang lebih dalam, akan timbul kebencian yang semakin mendalam pada anak untuk terus menyalahkan diri mereka sendiri atas keperawanan yang sudah tidak lagi mereka miliki.

Lantas? Apa peran guru BK disekolah? Apakah hanya menyelesaikan urusan anak yang merokok saja? Yang berkelahi saja? Tentu tidak kan?
Bukankah ini jadi penghakiman sosial yang lebih menyakitkan bagi mereka?
Terasa sangat sulit dan menyakitkan, logikanya, dalam kondisi normal saja banyak anak yang tidak bersekolah, apalagi jika wacana ini menjadi sebuah keputusan, terbayang banyak yang putus sekolah dan menjadi PSK belia
Dalam hati saya berharap, agar hal ini tidak menjadikan bangsa Indonesia kembali pada tradisi dulu Diana hak wanita dibatasi dan dikekang sedemikian rupa. Entahlah, mungkin ini hanya yang terfikirkan oleh saya pada saat ini.
Berharaplah agar terlahir sebagai laki-laki di negeri ini jika ini menjadi sebuah putusan

Saya adalah seorang LAKI-LAKI, tapi saya menolak wacana ini. Jika memang FAIR, lakukan juga Test “keperjakaan” pada setiap siswa putra. Beranikah??

0 comments:

Posting Komentar

Technology Blog