Melakukan hal baru di tempat yang baru selalu menjadi satu hal yang
menyenangkan. Walau mungkin saja kita sudah sering melakukan ditempat yang
lain.
Misal saja, mungkin pas kita lagi makan bakso dipinggir jalan itu, rasanya
pasti ya normal-normal saja dan tidak ada yang spesial. Tapi jika kita makan
baksonya di tengah jalan? masih biasa-biasa sajakah? tentu lebih penting untuk
berfikir bagaimana bisa selamat dari ancaman bus yang lalu-lalang di jalan
(kenapa juga kita makan bakso ditengah jalan – iya, saya mengigau)
Maksudnya tentu akan ada rasa canggung dan grogi jika kita harus melakukan
hal baru di tempat baru, rasanya begitu asing.
Seperti yang baru saja saya lalui. Main musik akustik di acara Nongkrong
Bareng dalam rangka Bulan Keluarga di GKI Sorogenen.
Entah karena apa dulu saya mengiakan ketika pak Anwar punya konsep untuk
acara tersebut diisi dengan musik akustik sebagai Home Band itu. Yah, jika
pernah ke cafe atau lihat Bukan Empat Mata, ILK, OVJ atau apalah. Jadi ada
musik pengiring ketika nanti jemaat nongkrong, makan-makan, dan ngobrol di
gereja.
“Oke, sip” jawab saya dengan semangat 45 ketika pak Anwar menawarkan ini
kepada saya.
“tenanan lho dhe, musik akustik digarap sing apik” kata pak Anwar menegasgan
“Hmmm”
Dalam hati saya ini bukan hal yang susah, ini bukan hal yang benar-benar
baru bagi saya. iya, di Gereja saya berjemaat, GKJ Jebres, saya sering juga
melakukan ini. Bareng adhek-adhek remaja di GKJ Jebres saya biasa main musik
akustik sembari menemani jemaat yang menikmati jamuan makan di Perjamuan Kasih
setelah ibadah. Rasanya biasa, tidak membuat saya dek-deg na, apalagi sampai
mimisan (lhooo). Mulai dari pegang gitar, Bass, atau bahkan vocalis. Biasa
Beberapa waktu yang lalu saya juga pernah main di salah satu restoran
ternama di Solo, D’Colonels. Waktu itu tidak ada rasa grogi berlebihan ketika
main akustik bersama #hashtag (nama band saya). Biasa saja
Dan sejujurnya setelah hanya kurang dari 1 minggu acara nongkrong bareng
tersebut. Sibuknya pekerjaan dikantor dan kesibukan di GKJ Jebres seolah
membuat saya lupa dengan acara ini.
Hanya konsep yang sudah saya fikirkan waktu itu. Ahh, nanti akan saya
kerjakan seperti yang sering saya lakukan. Bermain dengan posisi 1 Keyboard, 1
Gitar, 1 Kajon, 1 Bass, 1 Vocalis, 2 Mangkuk Mia Ayam, 1 gelas es Teh..
(lhoooo- iya, saya mengigau lagi)
Sedang untuk lagu nanti gampanglah, paling hanya lagu yang biasa juga saya
bawakan waktu main Akustik di GKJ Jebres. Lagu Allah Sumber Kuatku dan Mengejar
HadirMu selalu jadi andalan untuk acara ini.
Tugas kedua adalah menentukan siapa yang akan saya ajak join dalam grup
ini. Semula saya mau ajak pak Anwar yang main bass, tapi malah takut pas main
nanti gitar yang harusnya dimainkan malah digambar motif bunga sama pak Anwar.
Atau juga mau mengajak pak Ari Basuki untuk jadi vocalis, tapi takutnya waktu
pas harusnya nyanyi pak Ari Basuki malah duduk masin didekat meja makan, horor
deh. Mau mengajak mas Hendikus yang pandai main gitarpun tidak jadi, karena
kata pak Anwar, mas Hendrikus akan bawa renungan diacara tersebut, saya
urungkan, takut kualat hihihi.
Hingga akhirnya nama anak PPA yang itu-itu juga yang langsung masuk dalam
target sasaran. Jadi final formasi dalam grup ini adalah Lisa yang akan menjadi
ujung tombak sebagai Vocalis, Toro akan menyayat gitar, Inu akan membetot bass,
Nando akan menyiksa kajon dengan menduduki dan menggebukinya , sedang saya akan
memainkan licik-icik sambil menari, tapi belakangan saya urungkan karena saya
tidak punya licik-icik dan saya takut di jewer pak Anwar jika aneh-aneh,
akhirnya saya yang jadi Keyboardist.
Dan parahnya, diantara mereka yang saya pilih, saya hanya menghubungi Toro
dan Inu untuk main bareng, sedang yang lain tidak saya kontak. Ceroboh..
Saya dan Toro sepakat secara lisan untuk bisa latihan bersama minimal
sekali untuk mengenal lagu-lagu yang akan dibawakan. Dan hari Kamis atau Jumat
kami sepakati.
Hari berganti hari, jam berganti jam, menit berganti menit, detik berganti
detik, dan saya belum berganti menjadi Vidi Aldiano (lhoooo) Tapi ternyata
semua diluar rencana yang saya dan Toro telah sepakati. Hari Kamis saya tidak
bisa karena ada salah satu anak PPA yang sudah berpulang ke Rumah Bapa karena
sakit DB (mari sejenak kita mengheningkan cipta selama 1 menit sebelum membaca
kelanjutan cerita saya)
..............................................................................................................................................................................................................................................................................
Sedari pagi saya dan bu Tika sudah
dirumah duka, dan dari siang sampai sore saya dan rekan PPA yang lain ada
diupacara kematian anak PPA tersebut. Sepulang dari acara itu saya merasa tidak
enak badan, saya menduga ini karena adanya reaksi ketika saya kepanasan di TPU
ditambah minum es buah di seberang jalan setelahnya. Gagal latihan
Hari Jumat, latihan kembali gagal. Siang itu BBM saya berbunyi dan si Toro
nampaknya mulai panik karena kami belum persiapan sama sekali
“kak, latihannya kapan”
Saya tidak “R” BBM Toro, karena tidak tahu harus menjelaskan apa.
Sedari pagi saya dan bu Tika harus menghadiri pertemuan PPA Cluster Solo di
Joyotakan. Fikir saya setelahnya saya bisa latihan dengan teman-teman, tapi gagal
lagi. Saya jam 3 harus menghadiri upacara pemberkatan nikah teman PPA di GBIS
Sambeng, dan sampai dirumah sudah cukup sore. Gagal latihan (lagi)
Saat itu Toro mungkin sedang gondok, si Inu sedang melihat HP nya dengan
penuh harapan menunggu mendapat kabar konfirmasi latihan dari saya. Sedang Lisa
dan Nando tidak tahu ancaman rasa malu yang akan mereka hadapi di acara
tersebut.
Hal ini yang sebenarnya menjadi awal dari ke-grogian saya. Saya belum
latihan dengan grup akustiknya. Semua jadi nampak horor, kekuatiran muncul.
Benar jika saya juga main akustik di GKJ Jebres dan main akustik bersama
#hashtag, tapi Ian bersama mereka latihan, dan ini tidak.
Saya jadi khawatir sendiri dan membayangkan hal-hal buruk yang mungkin saja
terjadi.
Bagaimana jika anggota grupnya tidak hadir semua? apakah akhirnya grup
akustik fenomenal akan terbentuk? Saya, mas Hendrik, pak Anwar, dan pak Ari
Basuki. Ahh, saya berharap agar grup ini tidak terbentuk. Kami nampaknya lebih
cocok jadi BoyBand ala K-Pop dari pada grup akustik yang menjadi Home Band
sebuah acara seperti ini.
Bagaimana kalau besok hujan? apa kami harus memakai jas hujan plastik Merk
Gajah Duduk ketika main musik? atau Nanti pak Anwar harus memayungi kami
berlima yang main musik ketika tampil? Tuhan jangan hujan
Bagaimana jika besok ada yang request lagu dadakan dalam acara tersebut dan
kami tidak bisa? Apakah saya harus berpura-pura amnesia? Agar mereka tidak jadi
request lagu?
Bagimana jika pak Anwar berubah menjadi Power Rangers merah yang doyan
makan sate ayam? (iya-iya, yang ini bohong)
Sip, cukup jadi alasan yang pas untuk saya tidak bisa tidur tenang malam
itu...
hatching, hatching, hatching
bukan, bukan saya yang bersin, ini suara ringtone sms di HP saya. Sekitar
pukul 3 Sore pak Anwar sms saya
“dhe Ike sound’e wes tak
toto, koe rene jam piro?”
“yo dhe, kosik aku jik
nunggu omah, dilit ngkas aku mrono”
Saya berencana untuk datang di acara Nongkrong Bareng tersebut sekitar jam
4. Dalam fikiran saya, sesampainya jam 4 di sana, saya akan segera chek sound
dan latihan sebentar dengan Lisa, Toro, Inu, dan Nando.
Tapi sms pak Anwar memaksa saya untuk datang lebih awal. Hingga saya tidak
sempat untuk mandi terlebih dahulu dan hanya membawa sabun cuci muka. “Ah gampang, nanti tidak usah mandi, cuci
muka saja” dalam hati
Selama perjalanan saya masih saja khawatir dengan acara nanti. Apalagi
cuaca sore itu agak mendung gelap disertai angin kencang. Jika benar-benar
hujan, saya khawatir nanti harus main musik sembari dibungkus jas hujan
plastik.
Sampai di Gereja saya sempat takjub dengan yang saya lihat. Tenda kajang sudah berdiri dengan gagah dan
tampak begitu kuat auranya. Sejujurnya saya mulai grogi.
“Pak nanti kita maen dimana
pak?” tanya saya kepada
pak Joko yang sedang menyapu halaman.
“Di sana mas” sembari menunjuk mini stage yang ada di
dekat ayunan.
Saya mendekati mini stage yang tampak membuat saya kagum dalam hati.
Dibawahnya dipasang lampu neon juga, sedang background putih dengan tanaman
dalam pot susun pada kawat besi yang nampak gagah. Semakin saya senang ketika
disegkitar mini stage ada daun-daun yang berserakan yang membuat suasana jadi
semakin membuat saya bersemangat. Keren sekali
Sedang pak Joko malah membersihkan serakan daun yang berguguran itu (ya iya
lah)
Saya langsung bergegas mencari komandan dari acara ini. “Dimana pak Anwar?”
saya mencari dan tidak menemukan beliau. Di kantor? tidak ada, Di Gereja? tidak
ada, DI ruang atas? tidak ada juga. Bahkan dibawah pot pak Anwar juga tidak ada
(lagipula kenapa pak Anwar harus dibawah pot?) Belakangan saya mengetahui jika
pak Anwar sedang mandi.
Saya bersegera mempersiapkan semua peralatan yang dibutuhkan untuk acara
ini. Sound sudah dipersiapkan dan ditempatkan di samping kiri mini stage yang
ada. Saya masih sibuk mondar-mandir ketika sadar jika pintu kantor dalam dalam
keadaan terkunci rapat. Sedang bass dan kajon yang akan digunakan tertata manis
didalam ruang yang terkunci rapat tersebut.
Segera saja saya menjadi panik. Kunci utama di bawa oleh Bapak Setyabudi
dan kunci cadangan di bawa oleh Bapak Ari Kardono. Posisinya, pak Setyabudi
belum datang dan pak Ari Kardono tidak ditempat. Pak Satpam juga tidak dititipi
kunci tersebut. Sempat dalam hati ingin mendobrak pintu kantor tersebut dengan tangan gemulai saya tapi kemudian saya urungkan, karena takut di marahi pak Anwar. Alhasil saya
menunggu.
Setelah beberapa saat akhirnya semua persiapan sudah dirasa sangat
maksimal. Alat sudah lengkap, pemain sudah lengkap, dan makan malam sudah
komplit.
Jemaat mulai berdatangan dan mulai duduk di atas tikar yang sudah
dipersiapkan rekan-rekan panitia, beberapa jemaat duduk manis di atas ember
lukis yang disulap menjadi kursi warna-warni nan cantik.
Thomas tampak begitu grogi dengan tanggungjawabnya sebagai MC di acara
tersebut, sedang saya hanya terus berusaha meyakinkan dia bahwa dia pasti bisa
untuk melaksanakan tugas ini dengan baik. Dia tetap saja grogi
Lagu pertama mulai kami mainkan. Harus diakui, Toro, Nando, Lisa, dan Inu
terlahat canggung juga untuk menikmati bagian mereka ini. Walau secara skill
musik, saya harus berani angkat topi untuk mereka. (karena saya tidak memakai
topi, yang saya angkat topinya pak Anwar).
Acara berlangsung dengan baik. Ada sukacita yang dinikmati oleh semua yang
hadir dalam acara itu. Semua tercampur menjadi satu, antara kebingungan Thomas
karena tidak bisa menyanyikan lagu Theme Song, antara wajah Nando yang cerlang
cemerlang terkena lampu neon, antara keceriaan lomba tebak profesi dari pak
Anwar dkk, antara bu Agnes dkk yang mengajak kita senam goyang, antara ibu-ibu
yang menjaga makanan yang sudah disiapkan, antara penyanyi solo dadakan yang
membuat pemusik kelabakan, sampai antara fotografer yang mondar-mandir
mengambil gambar dari momen kegiatan yang berlangsung.
Semua berlangsung dengan begitu menyenangkan.
Sedang saya? sejujurnya juga saya cukup tertekan dan khawatir dengan banyak
hal dalam acara ini. Mulai dari hujan, khawatir pemusik tidak datang, takut
tidak berkenan yang saya lakukan, takut tiba-tiba saya jadi ganteng (lhoo)
Harus diakui, rasanya lebih horor daripada waktu main di Jebres atau waktu
main bareng #hashtag. Dan lebih dari itu semua, saya belajar bahwa dalam
kemungkinan dan kesempatan apapun, persiapan yang matang harus saya lakukan
agar apa yang sudah saya rencanakan bisa saya kerjakan dengan sangat baik
Tapi syukur, suasana yang begitu hangat membuat saya bisa lebih tenang dan
fokus untuk tanggung jawab ini.
Dan satu lagi, saya merasa ada mata yang terus mengawasi dan mengamati saya
sepanjang acara, dan itu yang membuat saya nyaman. Terimakasih ya....
Waktu begitu cepat berlalu, hingga tiba-tiba saya sudah berada di atas
tempat tidur dan melihat layar laptop sedang jemariku masih membariskan tiap
huruf untuk menjadi rapi menjadi kalimat-kalimat jujur dalam tulisan ini,
tentang apa yang terjadi dan apa yang saya rasakan.
O iya, selama acara berlangsung, saya tidak jadi mandi
(nb: dari dalam hati, saya dengan tulus meminta maaf jika ada yang tidak
berkenan atas tulisan saya ini dan saya mengucapkan terima kasih untuk setiap
nama yang boleh dengan asli saya sebutkan pada tulisan saya.
Saya menuliskan semua dari sisi yang saya rasakan dan imajinasi yang ada
dalam kepala saya. Semoga berkenan)