Rabu, 22 Oktober 2014

Dengarkan Saya

Teringat..beberapa waktu lalu saya mendapatkan kesempatan untuk melakukan kegiatan sosial pengobatan gratis oleh sebuah klinik. Program pengobatan gratis yang dibidani oleh Jamsostek. Jadi selama 2 hari saya bersama beberapa rekan pimpinan dr. Sih Astuti melakukan tugas ini. wah pasti sangat menyenangkan. Kami segera berbagi tugas. Secara garis besar kami dibagi kedalam 4 bagian yakni Pendaftaran, Timbang dan Tensi, Pemeriksaan Dokter, serta Pengambilan Obat. Saya sendiri bertugas di bagian pendaftaran. Ah menyenangkan sekali pasti

Semua menjadi sedikit diluar prediksi saya. Selama dua hari, saya sangat mengalami kelelahan yang luar biasa. Semua jadi pegal, capek, males, dsb. Tapi overall saya sangat menikmati semua.
Ada kejadian lucu lho yang saya alami. Saya dibagian pendaftaran, dan salah satu tugas yang harus saya lakukan adalah menanyakan kepada pasian mengenai alergi obat yang dimiliki, agar nanti bisa ditangani lebih khusus jika memang memiliki alergi terhadap obat. Dan beruntungnya kejadian ini saya nikmati dalam 2 percakapan tentang alergi obat pada pasien yang sudah sangat tua. Begini kurang lebih kedua percakapan itu
///////////////////
Saya : “mbah, gadhah alergi kaliyan obat mbah?” – “mbah, apakah anda memiliki alergi obat?”
Pasien 1 : “niki, tangan kula gathel-gathel trus awake keju kemeng” – “ini mas, tangan saya gatal-gatal dan badan saya pegal linu”
Saya : ………………………
Pertanyaan saya mengenai alergi obat yang dimiliki bukan keluhan yang sedang dirasakan
////////////////////
Saya : “mbah, yuswanipun pinten?” – “mbah, usia anda berapa?”
Pasien 2 : “mbah Karman, sak niki sampun seda” – “mbah Karman, sekarang sudah meninggal”
Saya : …………………….
Saya bertanya berapa usia pasien tapi jawaban yang diberikan adalah nama suaminya yang sudah meninggal
//////////////////
Dari dua pertanyaan tadi mungkin benar jika da kemungkinan saya salah metode dalam menyampaikan pertanyaan dan juga bisa mungkin bahwa pasien tidak mendengarkan apa yang saya tanyakan. Tapi intinya adalah satu yakni TIDAK ADA KOMUNIKASI YANG BAIK
Bro..sist..
Ini tentang mendengar…
Seolah secara otomatis kita dilahirkan untuk menjadi seorang pembicara yang ulung daripada menjadi seorang pendengar yang baik. Kita terbiasa untuk banyak bicara dan menginginkan orang lain untuk diam mendengar serta menyimak semua kalimat yang keluar dari mulut kita. Apa benar? Renungkanlah. Ini terjadi terus menerus dan berkesinambungan. Lantas kemudian saya berfikir, apa ini yang kemudian membuat kemampuan kita mendengar menjadi menurun? Entahlah
Dan dari itu semua, kita diharapkan tidak menumpulkan kemampuan mendengar kita. Ada baiknya kita bersedia untuk memberikan telinga dan waktu kita ketika ada orang lain yang tengah bercerita, berbagi kisah, atau berbicara. Karena ini adalah kebutuhan, kita semua, INGIN DIDENGARKAN……..
Read More >>

Secuil Remah Cerita dari acara Nongkrong Bareng

Melakukan hal baru di tempat yang baru selalu menjadi satu hal yang menyenangkan. Walau mungkin saja kita sudah sering melakukan ditempat yang lain.
Misal saja, mungkin pas kita lagi makan bakso dipinggir jalan itu, rasanya pasti ya normal-normal saja dan tidak ada yang spesial. Tapi jika kita makan baksonya di tengah jalan? masih biasa-biasa sajakah? tentu lebih penting untuk berfikir bagaimana bisa selamat dari ancaman bus yang lalu-lalang di jalan (kenapa juga kita makan bakso ditengah jalan – iya, saya mengigau)
Maksudnya tentu akan ada rasa canggung dan grogi jika kita harus melakukan hal baru di tempat baru, rasanya begitu asing.
Seperti yang baru saja saya lalui. Main musik akustik di acara Nongkrong Bareng dalam rangka Bulan Keluarga di GKI Sorogenen.
Entah karena apa dulu saya mengiakan ketika pak Anwar punya konsep untuk acara tersebut diisi dengan musik akustik sebagai Home Band itu. Yah, jika pernah ke cafe atau lihat Bukan Empat Mata, ILK, OVJ atau apalah. Jadi ada musik pengiring ketika nanti jemaat nongkrong, makan-makan, dan ngobrol di gereja.
“Oke, sip” jawab saya dengan semangat 45 ketika pak Anwar menawarkan ini kepada saya.
“tenanan lho dhe, musik akustik digarap sing apik” kata pak Anwar menegasgan
“Hmmm”
Dalam hati saya ini bukan hal yang susah, ini bukan hal yang benar-benar baru bagi saya. iya, di Gereja saya berjemaat, GKJ Jebres, saya sering juga melakukan ini. Bareng adhek-adhek remaja di GKJ Jebres saya biasa main musik akustik sembari menemani jemaat yang menikmati jamuan makan di Perjamuan Kasih setelah ibadah. Rasanya biasa, tidak membuat saya dek-deg na, apalagi sampai mimisan (lhooo). Mulai dari pegang gitar, Bass, atau bahkan vocalis. Biasa
Beberapa waktu yang lalu saya juga pernah main di salah satu restoran ternama di Solo, D’Colonels. Waktu itu tidak ada rasa grogi berlebihan ketika main akustik bersama #hashtag (nama band saya). Biasa saja

Dan sejujurnya setelah hanya kurang dari 1 minggu acara nongkrong bareng tersebut. Sibuknya pekerjaan dikantor dan kesibukan di GKJ Jebres seolah membuat saya lupa dengan acara ini.
Hanya konsep yang sudah saya fikirkan waktu itu. Ahh, nanti akan saya kerjakan seperti yang sering saya lakukan. Bermain dengan posisi 1 Keyboard, 1 Gitar, 1 Kajon, 1 Bass, 1 Vocalis, 2 Mangkuk Mia Ayam, 1 gelas es Teh.. (lhoooo- iya, saya mengigau lagi)
Sedang untuk lagu nanti gampanglah, paling hanya lagu yang biasa juga saya bawakan waktu main Akustik di GKJ Jebres. Lagu Allah Sumber Kuatku dan Mengejar HadirMu selalu jadi andalan untuk acara ini.

Tugas kedua adalah menentukan siapa yang akan saya ajak join dalam grup ini. Semula saya mau ajak pak Anwar yang main bass, tapi malah takut pas main nanti gitar yang harusnya dimainkan malah digambar motif bunga sama pak Anwar. Atau juga mau mengajak pak Ari Basuki untuk jadi vocalis, tapi takutnya waktu pas harusnya nyanyi pak Ari Basuki malah duduk masin didekat meja makan, horor deh. Mau mengajak mas Hendikus yang pandai main gitarpun tidak jadi, karena kata pak Anwar, mas Hendrikus akan bawa renungan diacara tersebut, saya urungkan, takut kualat hihihi.
Hingga akhirnya nama anak PPA yang itu-itu juga yang langsung masuk dalam target sasaran. Jadi final formasi dalam grup ini adalah Lisa yang akan menjadi ujung tombak sebagai Vocalis, Toro akan menyayat gitar, Inu akan membetot bass, Nando akan menyiksa kajon dengan menduduki dan menggebukinya , sedang saya akan memainkan licik-icik sambil menari, tapi belakangan saya urungkan karena saya tidak punya licik-icik dan saya takut di jewer pak Anwar jika aneh-aneh, akhirnya saya yang jadi Keyboardist.

Dan parahnya, diantara mereka yang saya pilih, saya hanya menghubungi Toro dan Inu untuk main bareng, sedang yang lain tidak saya kontak. Ceroboh..
Saya dan Toro sepakat secara lisan untuk bisa latihan bersama minimal sekali untuk mengenal lagu-lagu yang akan dibawakan. Dan hari Kamis atau Jumat kami sepakati.
Hari berganti hari, jam berganti jam, menit berganti menit, detik berganti detik, dan saya belum berganti menjadi Vidi Aldiano (lhoooo) Tapi ternyata semua diluar rencana yang saya dan Toro telah sepakati. Hari Kamis saya tidak bisa karena ada salah satu anak PPA yang sudah berpulang ke Rumah Bapa karena sakit DB (mari sejenak kita mengheningkan cipta selama 1 menit sebelum membaca kelanjutan cerita saya)
..............................................................................................................................................................................................................................................................................
 Sedari pagi saya dan bu Tika sudah dirumah duka, dan dari siang sampai sore saya dan rekan PPA yang lain ada diupacara kematian anak PPA tersebut. Sepulang dari acara itu saya merasa tidak enak badan, saya menduga ini karena adanya reaksi ketika saya kepanasan di TPU ditambah minum es buah di seberang jalan setelahnya. Gagal latihan
Hari Jumat, latihan kembali gagal. Siang itu BBM saya berbunyi dan si Toro nampaknya mulai panik karena kami belum persiapan sama sekali

“kak, latihannya kapan”

Saya tidak “R” BBM Toro, karena tidak tahu harus menjelaskan apa.
Sedari pagi saya dan bu Tika harus menghadiri pertemuan PPA Cluster Solo di Joyotakan. Fikir saya setelahnya saya bisa latihan dengan teman-teman, tapi gagal lagi. Saya jam 3 harus menghadiri upacara pemberkatan nikah teman PPA di GBIS Sambeng, dan sampai dirumah sudah cukup sore. Gagal latihan (lagi)

Saat itu Toro mungkin sedang gondok, si Inu sedang melihat HP nya dengan penuh harapan menunggu mendapat kabar konfirmasi latihan dari saya. Sedang Lisa dan Nando tidak tahu ancaman rasa malu yang akan mereka hadapi di acara tersebut.

Hal ini yang sebenarnya menjadi awal dari ke-grogian saya. Saya belum latihan dengan grup akustiknya. Semua jadi nampak horor, kekuatiran muncul. Benar jika saya juga main akustik di GKJ Jebres dan main akustik bersama #hashtag, tapi Ian bersama mereka latihan, dan ini tidak.
Saya jadi khawatir sendiri dan membayangkan hal-hal buruk yang mungkin saja terjadi.
Bagaimana jika anggota grupnya tidak hadir semua? apakah akhirnya grup akustik fenomenal akan terbentuk? Saya, mas Hendrik, pak Anwar, dan pak Ari Basuki. Ahh, saya berharap agar grup ini tidak terbentuk. Kami nampaknya lebih cocok jadi BoyBand ala K-Pop dari pada grup akustik yang menjadi Home Band sebuah acara seperti ini.

Bagaimana kalau besok hujan? apa kami harus memakai jas hujan plastik Merk Gajah Duduk ketika main musik? atau Nanti pak Anwar harus memayungi kami berlima yang main musik ketika tampil? Tuhan jangan hujan

Bagaimana jika besok ada yang request lagu dadakan dalam acara tersebut dan kami tidak bisa? Apakah saya harus berpura-pura amnesia? Agar mereka tidak jadi request lagu?
Bagimana jika pak Anwar berubah menjadi Power Rangers merah yang doyan makan sate ayam? (iya-iya, yang ini bohong)

Sip, cukup jadi alasan yang pas untuk saya tidak bisa tidur tenang malam itu...

hatching, hatching, hatching

bukan, bukan saya yang bersin, ini suara ringtone sms di HP saya. Sekitar pukul 3 Sore pak Anwar sms saya

“dhe Ike sound’e wes tak toto, koe rene jam piro?”

“yo dhe, kosik aku jik nunggu omah, dilit ngkas aku mrono”

Saya berencana untuk datang di acara Nongkrong Bareng tersebut sekitar jam 4. Dalam fikiran saya, sesampainya jam 4 di sana, saya akan segera chek sound dan latihan sebentar dengan Lisa, Toro, Inu, dan Nando.

Tapi sms pak Anwar memaksa saya untuk datang lebih awal. Hingga saya tidak sempat untuk mandi terlebih dahulu dan hanya membawa sabun cuci muka. “Ah gampang, nanti tidak usah mandi, cuci muka saja” dalam hati

Selama perjalanan saya masih saja khawatir dengan acara nanti. Apalagi cuaca sore itu agak mendung gelap disertai angin kencang. Jika benar-benar hujan, saya khawatir nanti harus main musik sembari dibungkus jas hujan plastik.

Sampai di Gereja saya sempat takjub dengan yang saya lihat. Tenda kajang sudah berdiri dengan gagah dan tampak begitu kuat auranya. Sejujurnya saya mulai grogi.

“Pak nanti kita maen dimana pak?” tanya saya kepada pak Joko yang sedang menyapu halaman.

“Di sana mas” sembari menunjuk mini stage yang ada di dekat ayunan.

Saya mendekati mini stage yang tampak membuat saya kagum dalam hati. Dibawahnya dipasang lampu neon juga, sedang background putih dengan tanaman dalam pot susun pada kawat besi yang nampak gagah. Semakin saya senang ketika disegkitar mini stage ada daun-daun yang berserakan yang membuat suasana jadi semakin membuat saya bersemangat. Keren sekali
Sedang pak Joko malah membersihkan serakan daun yang berguguran itu (ya iya lah)

Saya langsung bergegas mencari komandan dari acara ini. “Dimana pak Anwar?” saya mencari dan tidak menemukan beliau. Di kantor? tidak ada, Di Gereja? tidak ada, DI ruang atas? tidak ada juga. Bahkan dibawah pot pak Anwar juga tidak ada (lagipula kenapa pak Anwar harus dibawah pot?) Belakangan saya mengetahui jika pak Anwar sedang mandi.

Saya bersegera mempersiapkan semua peralatan yang dibutuhkan untuk acara ini. Sound sudah dipersiapkan dan ditempatkan di samping kiri mini stage yang ada. Saya masih sibuk mondar-mandir ketika sadar jika pintu kantor dalam dalam keadaan terkunci rapat. Sedang bass dan kajon yang akan digunakan tertata manis didalam ruang yang terkunci rapat tersebut.

Segera saja saya menjadi panik. Kunci utama di bawa oleh Bapak Setyabudi dan kunci cadangan di bawa oleh Bapak Ari Kardono. Posisinya, pak Setyabudi belum datang dan pak Ari Kardono tidak ditempat. Pak Satpam juga tidak dititipi kunci tersebut. Sempat dalam hati ingin mendobrak pintu kantor tersebut dengan tangan gemulai saya tapi kemudian saya urungkan, karena takut di marahi pak Anwar. Alhasil saya menunggu.

Setelah beberapa saat akhirnya semua persiapan sudah dirasa sangat maksimal. Alat sudah lengkap, pemain sudah lengkap, dan makan malam sudah komplit.

Jemaat mulai berdatangan dan mulai duduk di atas tikar yang sudah dipersiapkan rekan-rekan panitia, beberapa jemaat duduk manis di atas ember lukis yang disulap menjadi kursi warna-warni nan cantik.
Thomas tampak begitu grogi dengan tanggungjawabnya sebagai MC di acara tersebut, sedang saya hanya terus berusaha meyakinkan dia bahwa dia pasti bisa untuk melaksanakan tugas ini dengan baik. Dia tetap saja grogi

Lagu pertama mulai kami mainkan. Harus diakui, Toro, Nando, Lisa, dan Inu terlahat canggung juga untuk menikmati bagian mereka ini. Walau secara skill musik, saya harus berani angkat topi untuk mereka. (karena saya tidak memakai topi, yang saya angkat topinya pak Anwar).

Acara berlangsung dengan baik. Ada sukacita yang dinikmati oleh semua yang hadir dalam acara itu. Semua tercampur menjadi satu, antara kebingungan Thomas karena tidak bisa menyanyikan lagu Theme Song, antara wajah Nando yang cerlang cemerlang terkena lampu neon, antara keceriaan lomba tebak profesi dari pak Anwar dkk, antara bu Agnes dkk yang mengajak kita senam goyang, antara ibu-ibu yang menjaga makanan yang sudah disiapkan, antara penyanyi solo dadakan yang membuat pemusik kelabakan, sampai antara fotografer yang mondar-mandir mengambil gambar dari momen kegiatan yang berlangsung.

Semua berlangsung dengan begitu menyenangkan.

Sedang saya? sejujurnya juga saya cukup tertekan dan khawatir dengan banyak hal dalam acara ini. Mulai dari hujan, khawatir pemusik tidak datang, takut tidak berkenan yang saya lakukan, takut tiba-tiba saya jadi ganteng (lhoo)

Harus diakui, rasanya lebih horor daripada waktu main di Jebres atau waktu main bareng #hashtag. Dan lebih dari itu semua, saya belajar bahwa dalam kemungkinan dan kesempatan apapun, persiapan yang matang harus saya lakukan agar apa yang sudah saya rencanakan bisa saya kerjakan dengan sangat baik

Tapi syukur, suasana yang begitu hangat membuat saya bisa lebih tenang dan fokus untuk tanggung jawab ini.

Dan satu lagi, saya merasa ada mata yang terus mengawasi dan mengamati saya sepanjang acara, dan itu yang membuat saya nyaman. Terimakasih ya....

Waktu begitu cepat berlalu, hingga tiba-tiba saya sudah berada di atas tempat tidur dan melihat layar laptop sedang jemariku masih membariskan tiap huruf untuk menjadi rapi menjadi kalimat-kalimat jujur dalam tulisan ini, tentang apa yang terjadi dan apa yang saya rasakan.

O iya, selama acara berlangsung, saya tidak jadi mandi


Alas tidur 23:25
Sabtu 18102014

(nb: dari dalam hati, saya dengan tulus meminta maaf jika ada yang tidak berkenan atas tulisan saya ini dan saya mengucapkan terima kasih untuk setiap nama yang boleh dengan asli saya sebutkan pada tulisan saya.

Saya menuliskan semua dari sisi yang saya rasakan dan imajinasi yang ada dalam kepala saya. Semoga berkenan)
Read More >>
Technology Blog